26 Oktober 2007

Geng Motor di Bandung

Write By Kevin
From SSFC Mailing List

Disumpah, Geng Motor Berani Merampok Dan Membunuh
Kamis 25 Oktober 2007, Jam: 9:37:00 BANDUNG (Pos Kota) - Awalnya geng
motor hanya kumpulan anak-anak remaja yang hobi ngebut dengan motor, baik
siang maupun malam hari di Kota Bandung. Mereka melakukan balapan motor
alias trek-trekan di jalanan umum. Tapi kini, geng motor kini sudah
meresahkan masyarakat, karena sepak terjangnya makin beringas.

Kelompok ini sekarang sudah menyebar ke berbagai wilayah, meski organisasi
induknya tetap berada di Kota Bandung, Jawa Barat.

Untuk mengetahui, kenapa mereka berubah brutal dan jahat, kita mesti lebih
dulu mengetahui latarbelakang organisasinya dan doktrin yang diterapkan
saat mereka direkrut yang disebut sumpah.

Setiap anggota geng motor dalam sumpahnya, harus berani melawan polisi
berpangkat komisaris ke bawah. Anggota harus berani melawan orangtuanya
sendiri. Sumpah terakhir, anggota harus bernyali baja dalam melakukan
kejahatan.

Demikian tiga sumpah anggota geng motor di Bandung dalam ?buku putihnya?
yang ditemukan polisi pada tahun 1999. Dokumen setebal 20 halaman yang
diamankan Kapolwiltabes Bandung saat itu, Kolonel (Kombes-Red) Yusuf
Mangga Barani, nampaknya menjadi ?sumpah? atau patokan geng motor selama
ini.

4 GENG TERKENAL
Berdasarkan penyelidikan, ada empat geng terkenal di Kota Bandung, yakni
Exalt To Coitus (XTC), Grab On Road (GRB), Berigadir Seven (Briges) dan
Mounraker yang pada hakikatnya memiliki ?ideologi? sama, mencetak anggota
dari kalangan siswa SMP dan SMA menjadi remaja yang berperilaku jahat dan
tak lepas dari tiga sumpah di atas. Anggota bukan saja laki-laki, tetapi
banyak juga remaja putri yang senang ngumpul-ngumpul, berbaur dengan
putra.

Merujuk dari tiga poin doktrin geng motor tersebut, dapat dimaklumi kalau
mereka selalu berbuat jahat karena termotivasi doktrin yang ada di
kumpulanya itu. Hanya saja, aksi kejahatan mereka kini semakin membabi
buta. Bukan saja sebatas tawuran atau merampas sepeda motor, tapi mereka
sudah berani merampok dan membunuh. Masalah kejahatan inilah yang kini
jadi ?momok? warga Bandung untuk keluar pada malam hari. Dan sering
membuat kewalahan polisi untuk memberantasnya.

POTONG JARI
Geng XTC berdiri pada tahun 1982 di Kota Bandung. Dengan menancapka
bendera putih biru muda bergambarkan lebah itu awalnya didirikan
sekelompok anak SMA swasta elite di kota ini. Rekruitmen anggota terus
digenjot kelompok ini. Sehingga pada usia belasan tahun geng ini mampu
menarik anak sekolah dan dengan cepat berkembang di daerah-daerah di Jawa
Barat.

Exalt To Coitas tercatat beranggotakan di atas 5.000 orang. Anggota ini
tersebar mulai Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Ciamis, Garut, Tasikmlaya,
Sumedang, Cianjur, Subang, hingga Cirebon dan Kuningan. Sejalan dengan
tipe lebah, anggota geng tersebut selalu kompak bila ada anggotanya yang
disakiti anggota geng lain. Bagaikan lebah, ketika disakiti, mereka terus
memburu musuh-musuhnya yang menggangu kenyaman hidup mereka.

?Kami mengakui kalau XTC merupakan geng terbesar di Bandung dibanding tiga
geng lainnya. Kekuatan semakin besar egonya pun tak ketulungan. Walau geng
lain tak menggangu, XTC selalu membuat masalah,? kata sejumlah pentolan
geng motor yang menolak ditulis namanya.

XTC geng motor yang terkuat saat ini. Jumlah anggota semakin bertambah,
sehingga ?daerah jajahan? nya pun semakin luas. Semula XTC hanya menguasai
sejumlah ruas jalan di Kota Bandung mulai Jalan Peta, Buahbatu, Gatot
Subroto dan Jalan Diponogoro. Namun, belakangan, daerah kekuasaan geng ini
semakin bertambah dan mampu mencaplok daerah Jalan Dago, Pasteur hingga
Kiaracondong.

Dengan adanya eksvansi daerah kekuasaan ternyata banyak menyinggung
kewibawaan geng motor lainnya di Kota Bandung. Buntunya, percikan
pertengkaran dan saling serang menyerang terus terjadi meski harus
menumbalkan nyawa anggotanya.

?Diakui atau tidak, geng XTC dimusuhi tiga geng lainnya. Ini bukan impian
tapi kenyataan,? kata para remaja di Bandung.

Dalam membuat anggota baru, XTC memiliki cara tersendiri. Para anggota
yang datang dari lingkungan sekolah SMP dan SMA selalu digodok di daerah
Lembang selama empat hari untuk mengikuti training loyalitas.

Polisi jajaran Polwiltabes Bandung mencatat, training loyalitas yang
diterapkan bukan berupa pelajaran sekolah, melainkan berupa penggojlokan
fisik mulai ditendang diinjak dan dipukul. ?Penyiksaan ala IPDN terhadap
praja lebih ringan dibanding penyiksdaan di XTC. Dan cuplikan gambar
tersebut ada di ?CD? yang berhasil diamankan Polwiltabes, ? kata sejumlah
anggota polisi.

Yang lebih parah lagi, semua anggota baru yang lulus dalam uji loyalitas,
harus mengikuti tes terakhir ketika mereka pulang ke rumah. Tes itu berupa
mengendarai sepeda motor Lembang-Bandung tanpa harus menggunakan rem.
?Latihan ini yang kini terus dikembang dalam aksi kejahatan perampasan
perampokan dan penyerangan di tengah jalan,? kata dia. Anggota XTC
memiliki keunikan tersendiri dalam organisasinya.

Setiap orang mengundurkan diri dari keanggotaanya yang bersangkutan
diharuskan potong jari kelingking. Upacara ini menandakan kesetiaan
seseorang terhadap geng. Luar biasa !

MINUM DARAH ANJING
Berbeda dengan geng motor Brigadir Seven (Briges) dalam merekrut anggota
barunya. Tiga doktrin utama seperti musuhi polisi, lawan orang tua, dan
berlaku jahat di tengah malam terus dikembangkan pada tubuh geng yang
semula beranggotakan siswa SMA 7 Bandung. Terhadap anggota baru, Komandan
Briges terus melakukan uji nyali mulai keterampilan dalam beraksi hingga
mereka diharuskan minum darah anjing dan ayam. Konon, dua darah ini bisa
menubuhhkan rasa berani pada diri seseorang.

Dengan keberaniannya dalam beraksi, Briges mengalami perkembangan cukup
lumayan. Di bawah bendera negera Jerman bergambarkan kelelawar hitam,
Briges terus mengembangkan sayap dalam dunia geng hingga mengalami
kekuatan kedua setelah XTC.

Dalam dunia ?pergengan? di Bandung, Briges yang berdiri pada tahun 1980-an
menempati posisi kedua dan sekaligus musuh bubuyutan XTC.

Beberapa tahun belakangan, Briges berubah arti. Semula Brigadir Seven,
tiba-tiba pada tahun 1999 berubah menjadi Brigadir Gestapu. Ketika nama
Gestapu melekat pada kelompok mereka aksi brutalnya pun semakin
menjadi-jadi. Setiap hari terus tawuran dan menyerang sekolah-kolah di
Bandung. Tak kurang dari seminggu tiga kali, Beriges selalu bentrok dengan
XTC.

Dalam pencaturan wilayah kekuasaan, Briges hanya mengendalikan beberapa
jumlah ruas jalan yang ada di Bandung. Jalan Lengkong Kecil dan Besar,
tempat sekolah mereka berdiri, merupakan daerah kekuasaan utamanya yang
tak bisa diganggu siapapun. Ketika nyalinya semakin tinggi, Jalan Asia
Afrika berhasil diambilalih termasuk Jalan Sudirman kota Bandung.

Moonraker, geng motor yang beridiri pada tahun 1978. Para pendiri geng ini
merupakan siswa SMA yang ada di Jalan Dago yang mencintai dunia balapan
motor pada waktu itu. Nama geng itu sendiri diambil dari judul film James
Bond yang sedang naik daun pada waktu itu. Dalam pencaturan jumlah anggota
geng ini di bawah Briges. Kecilnya anggota bukan jadi ukuran dalam dunia
kejahatan.

Anggota Moonraker sama saja dengan yang lain, beringas, ganas dan selalu
siap perang pada malam hari. Di bawah naungan bendera merah putih biru
bergambarkan kelelawar, Mounraker mampu berkuasa di kota ini. Sepanjang
Jalan Dago, Dipati Ukur dan Dago pojok merupakan wilayah kekuasaanya.
Belakangan geng ini sering bentrok dengan XTC menyusul sebagian wilayahnya
telah dieksvansi geng itu.

Grab On Road (GRB) merupakan geng motor paling bontot di Kota Kembang.
Anggota mayopritas anak SMP 2 yang memiliki hobi balapan setiap malam. Di
bawah bendera merah kining hitam, geng tetap berjalan meski anggotanya
hanya sedikit dibanding tiga geng lainnya.

Daerah kekuasaan mereka sepanjang Jalan Sunda, Sumatera dan sekitarnya.

?Geng ini lamban dalam melakukan perkerutan anggota. Hal itu tertjadi
karena pentolan pengurus masih anak SMP sehingga pola pegembangan
organisasdinya cukup lamban. Kejahatan, jangan ditanya. Beringasnya sama
saja,? kata polisi.

INCAR EMPAT GENG
Empat geng motor yang terus membuat kisruh di Bandung nyatanya turut
mengundang ?amarah? polisi. Tak tanggung-tanggung, Kapolrtesta Bandung
Tengah AKBP Mashudi menegaskan empat geng motor itu yang menjadi inacaran
kepolisian. ? Keempat geng ini incaran kami karena selalu bikin ulah,?
tandasnya.

Polisi mengincar geng motor sangat dimalumi. Pasalnya, dalam dua bulan
terakhir tercatat tiga warga tewas sia-sia akibat dibantai anggota geng
motor. Sebut saja Asep siswa SMA tewas dibantai kemudian mayatnya dibuang
ke sungai di Celenyi Kabupaten Bandung. Kemudian sensi anak SMA tewas
dibantai geng motor dan mayatnya dibuang diselokan daerah margahayu raya.
Korban ketiga PNS Kanwil Bea Cukai Merak Banten

Putu. Korban ini dibantai ketika sedang silaturahmi ke teannya di Bandung.

Aksi kejahatan yang dilakukan geng motor, lanjut Mashudi, sangat monoton.
Mereka berkelompok menyergap merampas dan menguras hartanya. Bila melawan
korban dihabisi. ? Geng ini tak mau bergerak sendirian,? tegasnya. Dari
fakta yang ada, lanjut dia, korban warga biasa (diluar anak sekolah)
dibunuh ketiuka mereka melawan. Alasan melakukan pembunuhan sangat enteng
yaitu salah sasaran.

Jika korban menimpa anak SMA itu murni dibantai karena adanya permusuhan
antara geng. Korban terpaksa dibantai karena diduga menyakiti anggota geng
lain, atau mengkhianati geng yang korban masuki. ? Pengunglapan sangat a
lot karena pelajar yang berhasil ditangkap selalu tutup mulut untuk ketika
ditanya masalah gengnya itu,?.

Berdasar bukti yang ada, anggota geng motor merupakan anak dari para
pejabat yang ada di kota bandung. Melihat status sosial orang tuanya, ada
kesan polisi nampak menutup sebelah mata terhadap aksi kejahatan geng
motor tadi. Namun, Kapolda Jabar Irjen Pol Sunarko, memberikan sinyal,
supaya geng motor yang berulah diproses secara hukum. ?Tak peduli anak
siapa dan darimana, kalau bersalah proises sesuai hokum,? tegas kapolda
kemarin.

BISA MEMBAHAYAKAN
KRIMINOLOG Soedjono, berkomentar blak-blakan masalah geng motor ini. Dia
mengaku blak-blakan atas keburutalan mereka. ?Jangan dibiarkan, bisa-bisa
nantinya membahayakan! ?

Geng motor kata dia, merupakan wadah yang mampu memberikan gejala watak
keberingasan anak muda. Perkembangannya, tak lepas dari trend an mode yang
sedang berlangsung saat itu. ?Aksi brutal itu perlu diredam. Mulanya
berbuat jahat dari yang ringan seperti bolos sekolah, lama-lama mencuri,
merampok dan membunuh. Lumrahnya jika sudah berani jahat ada indikasi
mereka mengkonsumsi narkoba,? kata dia.

Menyikapi masalah ancaman terhadap polisi, demikian Soedjono, perlu
dijadikan alat kaji diri untuk kepolsian. Ancaman mereka nampaknya serius
karena anggota geng mengakui polisi merupakan penghalang utama dalam
melakukan kejahatan. ?Mereka berlaku jahat ujung-ujungnya berusurasan
dengan polisi. Makanya mereka benci polisi,? tuturnya.

Begitu pun membenci melawan orang tua. Mereka sadar karena masih sekolah
sumber keuangan ada di orang tua. Olehgkarenanya, jika orang tua tak
memberi uang cukup, mereka terpoaksa membenci dan mengancam orangtuanya
tadi. Sedang aksi kejahatan berupa perampasan dan perampokan, merupakan
jalan lain untuk m,endapatkan penghasilan. ? Pola piker seperti harus
segera dihentikan,? .

Solusi konkret yang perlu ditempuh adalah, kepolisian haruis konsisten
memberantas mereka. Kemudian DInas pendidikan dan sekolah harus turut
bergandeng tangan dengan polri dalam meminimalisir aksi kejahatan itu. ?
Jangan ada kesan Diknas cuci tangan Karen ada polisi. Cuci tangan ini yang
membahayakan, ? katanya.

TEMBAK DITEMPAT
Kebrutalan geng motor bukan saja dirasakan pihak kepolisian. Warga pun
kini mulai merasa gerah akan ulah mereka. Aksi mereka yang dilakukan
tengah malam, membuat rasa takut warga Bandung untuk jalan-jalan di malam
hari. ? kami merasa tak nyaman malam hari di bandung. Khawatir geng motor
nyerang dan merampas motor. Oleh karenya kami setuju kalau mereka yang
berbuat jahat tembak ditempat saja,? kata warga, Yunus,45,.

Hal sama diungkapkan tokoh masyarakat wilayah Bandung Timur. H. Muhamad
Husein dengan tegas meminta supaya polisi bertindak tegas kepada geng
motor ketika melakukan aksi kejahatan. ? kami pikir tak perlaku pusing
kalau sudah cukup bukti dan tertanghkap basah berlaku jahat tembak mati
saja,? katanya.

Tembak mati atau tembak melumpuhkan, merupakan stimulus jitu untuk
memberikan efek jera pada meraka. Namun, action polisi mengarah ke
penembakan itu belum, ada, sehingga ada kesan polri sangat menutup mata
akan kejahatan geng motor tadi. ? Geng motor yang diproses di perngadilan
tak akan memberikan efek jera. Ketika pelaku divonis bebas, rekan-rekannya
menyambut dan mengelu-eluka. Jika anggota geng motor ditangjap dan diadili
maka anggota itu menjadi pahlawan,? tegasnya.

Olehkarenya, untuk memberikan rasa aman pada warga dan tamu luar kota yang
dating ke bandung, tindakan tegas kepada anggota geng motor harus segera
dilakukan. ? Kami sangat prihatin bila ada tamu ke

Bandung kemudian tewas dibantai geng motor. Mereak telahg merusak citra
kota Bandung,? katanya, seraya menambahkan, warga luar kora yang ada di
bandung waspadalah bila jalan-jalan pada tengah malam.

02 Oktober 2007

Ilmu Sosial di Indonesia, Tindakan dan Refleksi

Oleh Herwindo

Pertama-tama saya akan memulai tulisan ini dengan pendapat yang akan saya kutip dari tulisan Ignas Kleden ini. Pendapat Karl Popper yang dikatakannya sangat terkenal, tendensi para ilmuwan untuk memberi pembuktian bersifat psikologis, sedangkan tugas untuk memalsukan diri sendiri bersifat filosofis (Popper, 1979:30). Dari sini dapat kita bentangkan permasalahannya ilmu sosial yang berkembang kekinian.

Dalam hal ini dapatlah kiranya menjelaskan keadaan ilmuwan sosial di Indonesia khususnya, Asia Tenggara pada umumnya. Karena pada dasarnya fenomena yang menjadi fakta sosial di lingkungan lokal dan regional ini sama keadaannya, refleksi jarang dilakukan bahkan dalam tindakannyapun “kering” dari pemaparan realitas sosial yang ada. Padahal refleksi diri merupakan perangkat metodologis yang terpenting bagi ilmu-ilmu sosial kritis, menurut Habermas (Habermas, 1969, 155-68).

Penelitiannya sangat “kering” dari fungsi sosialnya seorang ilmuwan sosial dan hal tersebut menjadikan ilmu sosialnya sendiri “kehilangan” makna atas apa-apa yang diteliti dan dideskripsikan sebagai sesuatu yang dikonsumsi khalayak akademis dan masyarakat umum.

Namun fenomena tersebut, bukan merupakan keadaan yang dipilih oleh setiap ilmuwan sosial dimanapun melainkan ada unsur represifitas yang bersifat laten dan halus (disublimasikan) oleh kekuatan penguasa pada zaman orde baru. Berangkat dari semua itu ilmu sosial menjadi ilmu yang kajiannya tidak holistik, terdikotomis (fragmentasi), monoton dalam pengembangan, minim akan etika dan tidak bebas nilai. Fakta akan hal tersebut dapat dilihat pada media cetak harian The Jakarta Post yang terbit 26 Oktober 1992, yang menulis mengenai kongres nasional partai politik penguasa orde baru (Golkar) dalam penguasaan ruang sosio-politik untuk mendapatkan stabilitas politik dan dengan berbagai cara mempertahankan “ideologi”pembangunan nasional.

Realitas tersebut terjadi karena ada penekanan terhadap realitas yang akan dibentuk oleh penguasa orde baru guna memperlancar pembangunan nasioanal yang diprogram oleh penguasa waktu itu. Seluruh pembangunan yang dijalankan tidak mengindahkan ekses sosial dan kalaupun ada ilmuwan sosial yang melakukan tugasnya, penelitian dan observasi atas realitas sosial hanya berlaku bagi kepentingan penguasa. Metodologi yang digunakanpun sangat konvensional dalam melakukan penelitian, dimana nantinya berguna untuk membangun konstruksi wacana pembangunan yang juga berekses pembentukan rekayasa sosial Tentu saja teori yang digunakan oleh ilmuwan sosial kebanyakan, adalah teori struktural fungsionalis yang cenderung mengikuti logika politik perspektif penguasa.

Ilmu sosial yang mengembang hanya menjadi alat peredam konflik yang berkerak dan penyakit yang akut bagi negara dan bangsa Indonesia. Kaum ekonom dan sosiolog selalu beriringan pendapatnya, lebih-lebih realitas yang terlihat menyamarkan opini seorang politisi dengan dua kaum akademisi di atas tetapi, bila dicermati titik tolak disiplin ilmu masing-masing yang berbeda ini tersistematis retorikanya dan searah dengan kebutuhan yang dipesan oleh para penguasa orde baru.

Bagi para ekonom, pertumbuhan ekonomi yang akan memacu kearah pembangunan nasioanal merupakan tujuan utamanya, oleh karena itu hal tersebut menjadi landasan atas peningkatan taraf hidup bangsa. Sebenarnya bila dicermati melalui kontekstual sejarah ditekankannya pertumbuhan ekonomi lekat sekali kaitannya dengan satu alasan politis : masalah legitimasi untuk orde baru, baik itu secara internal maupun secara eksternal atas realitas politik sebelumnya (era kepemimpinan Soekarno).

Era kepemimpinan Soekarno yang menekankan pada national character building mendapatkan delegitimasi melalui kudeta konstitusional yang dilakukan oleh penguasa orde baru, setelah tumbangnya Soekarno diisilah dengan Soeharto yang mengedepankan national building. Melalui teori tetesan kebawah (trickle down theory) kepada khalayak bangsa Indonesia dihipnotis, penumpukan kekayaan merupakan awalan dari pertumbuhan ekonomi, lalu barulah kekayaan tersebut terdistribusikan secara lebih merata.

Padahal teori tetesan kebawah hanya sebagian saja dapat menjawab permasalahan tertundanya pemenuhan kebutuhan materiil, bagi mayoritas masyarakat yang tidak mempunyai akses pada sumber-sumber ekonomi. Hal tersebut menjadi kekayaan wacana yang menghasilkan buih (busa detergen) saja, embrio yang tercipta adalah konflik horisontal karena yang kaya terus menjadi kaya dan yang miskin tetap menjadi miskin. Namun konflik tersebut, ditekan guna menjaga stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi untuk pembangunan nasional.

Realitas seperti itu memang membuat pergeseran dalam bentuk interaksi sosial dan formasi sosial yang erat keterkaitannya dengan kehidupan politik dan sosio-cultural yang ada. Tetapi dalam realitas ini, telah menghasilkan suatu realitas yang nyata-nyata menjadi bisa bagi bangsa Indonesia hingga sekarang ini. Realitas yang nyata itu adalah, tumbuhnya perbedaan besar antara kemiskinan absolut, bersumber pada kurangnya pertumbuhan ekonomi. Sedangkan realitas yang nyata lainnya adalah, kemiskinan relatif, merupakan akibat dari pertumbuhan ekonomi, kemiskinan adalah harga yang harus dibayar pada satu pihak demi kemakmuran pada pihak lain. Krisis multidimensional.

Sedangkan para ilmuwan sosial, tidak langsung menaruh perhatiannya pada realitas sosial atau dapat dikatakan pada masalah pembelaan hak-hak rakyat. Namun ilmuwan sosial, yang selalu terbentur oleh realitas yang terjadi karena pembangunan nasional menjadikan para ilmuwan tersebut lebih tertarik pada perubahan-perubahan dalam kelembagaan sosial dan wawasan nilai, yang diperlukan oleh adanya perubahan tatanan keadaan semata.

Ilmuwan sosial dalam hal ini hanya dapat menguraikan bentuk kerjanya ke restrukturisasi yang merupakan reformasi sistem sosial, menunjukan pada perubahan termaksud ditingkat masyarakat yang terdiri atas formasi bentuk-bentuk interaksi sosial baru. Disinilah bentangan aktualisasi permasalahan di atas terlihat jelas adanya dikotomis atau fragmentasi, tidak holistik, minim etika, statis atau monoton dan tidak bebas nilai, ilmuwan bersikap seperti “nabi-nabi baru” yang hanya menyiarkan wahyu semata dan tidak secara emansipatoris fungsi sosialnya. Walaupun begitu, ilmuwan sosial tetap berperan penting dalam rekayasa sosial yang dapat menyusun kembali lembaga-lembaga sosial atau dalam menawarkan reorientasi terhadap masalah-masalah budaya.

Pun keadaan ilmu sosial tidak jauh perkembangannya, setelah polemik yang sangat panjang dalam suatu prosa ilmu sosial. Ilmu sosial dapat diterangkan atau ditafsirkan sebagai disiplin ilmu yang tidak netral, teori maupun konsepsi yang ada pada posisi tertekan di era orde baru tidak sekedar memiliki kapasitas menjelaskan atau menafsirkan tetapi, juga memiliki potensi melegitimasi dan mendelegetimasi. Dengan begitu, restrukturisasi lembaga-lembaga sosial dan reorientasi nilai-nilai budaya dapat dipermudah atau dihambat oleh teori-teori ilmu sosial yang sesuai dengan kebutuhan ataupun kepentingan para ilmuwan sosial.

Para aktivis pergerakan dalam bentuk realitas sosial sepeti ini lebih memainkan peranan walaupun, kadang tidak terukir dalam perubahan sejarah sosial. Dan reaktualisasi dari keadaan ilmu sosial di Indonesia khususnya, sudah kita dapatkan ilustrasinya yaitu, ilmuwan sosial pada era orde baru hanya berfungsi sebatas fungsi instrumentalis saja dan berkesan “mendukung” rezim orde baru. Menjadikan ilmu sosial tidak berkembang.

Menjadi suatu keharusan, bahwa seharusnya komunitas ilmiah dari ilmuwan sosial bukan hanya menciptakan kreatifitasnya dalam ilmunya saja yang berfungsi sosial (pemikirannya). Tetapi lebih dari itu, tempat berkumpul untuk mempertemukan manusia-manusia yang menyusun ide-ide, tempat aksi dan refleksi serta bertemu secara periodik.

Sosial Budaya

BAHASA

Keadaan bangsa Indonesia yang sangat majemuk, terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa, menyumbang pada kekayaan bahasa daerah (sekitar 300) dan dialek yang masih aktif dipergunakan sebagai bahasa percakapan di masing- masing daerah. Bahasa-bahasa daerah yang utama adalah Bahasa Aceh, Batak, Minangkabau, Sunda, Jawa, Madura, Bali, dan Lombok.

Kemajemukan bahasa di Indonesia menimbulkan kebutuhan akan adanya sebuah bahasa persatuan yang dapat dipergunakan di seluruh pelosok Indonesia. Kebutuhan akan adanya bahasa persatuan inilah yang mendorong diresmikannya Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional pada Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, di Jakarta. Bahasa Indonesia dikembangkan berdasarkan Bahasa Melayu Tinggi yang pada waktu itu aktif digunakan sebagai bahasa percakapan di daerah Sumatera Utara dan Riau. Dalam UUD 1945 pasal 36 bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa Negara. Sejalan dengan itu, sejak diresmikannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 Bahasa Indonesia dipakai dalam administrasi negara, perundang-undangan, dan pertemuan-pertemuan resmi.

Jauh sebelum itu, bahasa Indonesia yang merupakan perkembangan dari bahasa Melayu itu dipakai sebagai bahasa pergaulan dalam dunia perdagangan international dan bahasa diplomasi kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara.

Karena itu terdapat banyak variasi dalam pemakaian bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh dialek bahasa ibu yang ada di seluruh wilayah Indonesia.

Secara fonologis, bahasa Indonesia mengenal lima vokal (a, e, i, o, u,) tiga diftong (ai, ou, oi), dan 25 konsonan (b, c, d, f, g, h, j, k, kh, l, m, n, ng, ny, p, q, r, s, sy, t, v, w, x, y, z). Pola suku kata yang dipakai dalam bahasa Indonesia adalah VK (vokal+konsonan), KV, KVK, KKV, KKVK, VKK, KVKK, KKKV,


KKKVK. Bahasa Indonesia tidak mempunyai suku kata yang berakhir dengan c atau j, tetapi mengenal suku kata yang dimulai dengan ng.

Bahasa Indonesia mengenal empat jenis imbuhan atau afiks, yaitu: awalan atau prefiks (me-, di-, ke-, ter-, pen-, pe-, per-, se-,); sisipan atau infiks (-el, -em, -er); akhiran atau sufiks (-an, -kan, -i); dan konfiks (ke - an, pen - an, per - an,). Dalam penyusunan kalimat bahasa Indonesia dikenal hukum DM (diterangkan dan menerangkan), dan umumnya menggunakan tiga pola kalimat, yaitu

subjek + predikat,

subjek + predikat + objek + pelengkap + keterangan,

subjek + predikat + pelengkap + keterangan.

Dalam bahasa Indonesia juga dikenal empat jenis kalimat, yaitu kalimat tunggal, kalimat bersusun, kalimat majemuk, dan kalimat bertopang.

KESENIAN DAN KEBUDAYAAN

Banyak suku bangsa di Indonesia yang masih memelihara tradisi, bahasa daerah, dan dialeknya. Keadaan ini menciptakan kebudayaan Indonesia yang sangat beragam. Kebiasaan dan tradisi atau adat istiadat di Indonesia bervariasi dari daerah ke daerah, bergantung pada latar belakang agama dan warisan budaya yang masih dipertahankan oleh masing-masing suku bangsa. Misalnya, perkawinan adat di daerah jawa seringkali disertai dengan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk. Pertunjukan wayang kulit ini pada mulanya menceritakan tentang kisah-kisah kepahlawanan yang berlatar belakang agama Hindu, tetapi pesan yang disampaikan dapat berubah sesuai dengan kebutuhan jaman. Misalnya, pada jaman pendudukan Belanda pertunjukan wayang kulit sering dipergunakan sebagai alat penggerak rakyat untuk berjuang melawan pemerintah Belanda. Contoh lain, upacara adat di Bali tak pernah lepas dari tari-tarian Bali yang magis. Demikian juga, acara-acara untuk menyambut tamu penting sering disuguhi tari-tarian daerah yang masih dilestarikan. Setiap daerah di Indonesia mempunyai tari-tarian khas dengan musik pengiring yang berbeda dari daerah ke daerah. Misalnya gamelan dan tembang pengiring tarian Jawa berbeda dengan gamelan dan tembang pengiring untuk tarian Sunda, berbeda dengan pengiring tarian Bali, dan sebagainya.

Batik, yang merupakan kerajinan kain di Indonesia dihasilkan di beberapa daerah di Indonesia, masing-masing dengan berbagai corak dan warna yang khas untuk setiap daerah. Daerah yang banyak menghasilkan batik, antara lain adalah Yogyakarta, Surakarta, Madura, Purbalingga, Cirebon, Palembang, dan Banjarmasin. Selain batik, kerajinan kain yang banyak dihasilkan di Indonesia adalah tenun ikat. Daerah penghasil tenun ikat antara lain adalah Bali, NTB, Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan lain sebagainya.

Beberapa daerah di Indonesia juga menghasilkan berbagai kerajinan tangan yang khas. Misalnya, daerah Yogyakarta terkenal dengan lukisan batiknya, daerah Bali terkenal dengan seni patung dan lukisannya, daerah Jepara terkenal dengan seni pahatnya, daerah Tasikmalaya dengan kerajinan bordirnya dan lain sebagainya.

AGAMA

Pembangunan di sektor agama termasuk salah satu tujuan pembangunan yang diutamakan guna meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Agar tercipta keharmonisan dan keseimbangan dalam kehidupan beragama di Indonesia, pemerintah telah meningkatkan kegiatan pembangunan dan membantu perbaikan tempat-tempat ibadah.

Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya sebagian besar beragama Islam. Namun, tidak berarti bahwa agama atau kepercayaan lain dilarang, karena kebebasan untuk menjalankan ibadah dijamin dalam UUD 1945. Selain agama Islam agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia adalah agama Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha.

HUKUM

  • PERKEMBANGAN SISTEM HUKUM di INDONESIA

Perkembangan sistem hukum di wilayah Indonesia secara garis besar dapat dikategorikan dalam enam periode yang merupakan suatu peristiwa perubahan sub-sub sistem yang berlangsung secara berangsur-angsur menuju pada suatu Sistem Hukum Nasional yang merupakan cita-cita para pendiri Bangsa Indonesia

Sebelum Kemerdekaan Indonesia

Pada tahap pertama, sistem hukum di wilayah Indonesia telah terbentuk sejak kurang lebih abad ke 14 dengan didominasi oleh berlakunya Hukum Adat Minangkabau untuk masyarakat Minangkabau, Hukum Adat Majapahit untuk wilayah Jawa timur, begitu juga wilayah-wilayah lainnya. Hukum-hukum Adat ini memiliki asas-asas dan falsafah yang berbeda satu dengan yang lainnya, akan tetapi mungkin terdapat dua unsur yang sama dimiliki oleh berbagai Hukum Adat tersebut: pertama, sifatnya yang kekeluargaan, dan kedua sifat yang tidak tertulis (dengan pengecualian di beberapa wilayah seperti di Majapahit) (Sunario, 1991). Pada tahap ini sistem hukum yang berlaku di wilayah Nusantara didominasi oleh Hukum Adat dan resepsi Hukum Agama Hindu.

Pada tahap berikutnya masuk Agama Islam ke kepulauan Nusantara, sehingga di beberapa daerah, meresap Agama Islam ke dalam Hukum Adatnya (seperti di Aceh, Banten, Sulawesi Selatan, Lombok dan lain-lain). Sementara beberapa daerah lainnya masih tetap mempertahankan sifat keaslian Hukum Adatnya, dan beberapa wilayah lainnya masih tetap mempertahankan sifat agama Hindunya. Pada tahap ini terdapat tiga macam sub sistem hukum yang berlaku di wilayah Nusantara: resepsi Hukum Islam, resepsi Hukum Agama Hindu dan Hukum Adat Asli.

Pada abad ke 17 bangsa Portugis, Belanda dan bangsa asing lainnya mulai berdatangan di berbagai wilayah Indonesia. Pada misi pertamanya mereka memperkenalkan produk-produk hasil industrinya, akan tetapi selanjutnya mereka juga mempengaruhi masyarakat setempat dengan ajaran-ajaran agamanya, sehingga di beberapa daerah seperti Batak, Sulawesi Utara, Maluku, Irian Jaya, Flores dan lain lain, mulai meresap unsur-unsur agama Kristen dan Katolik dalam Hukum Adatnya. Keadaan ini, memperlihatkan Sistem Hukum Indonesia meliputi bagian-bagian yang terdiri: resepsi Hukum Islam, resepsi Hukum Agama Hindu, resepsi Hukum Agama Kristen/Katolik dan Hukum Adat yang Asli.

Pada masa kolonial Belanda, Belanda memberlakukan semacam undang-undang dasar bagi wilayah Indonesia yang bernama Indische Staatsregeling (IS). Pada masa ini, pemerintah Hindia Belanda berusaha untuk melakukan unifikasi hukum di Indonesia, dan berkat perjuangan Van Vollenhoven hukum adat juga dimasukkan dalam sistem hukum kolonial Belanda, sehingga terdapat Indische Staatsregeling yang berada di pusatnya dan sistem Hukum Adat, sistem Hukum Islam dan sistem Hukum Barat berada diluarnya.

Setelah Kemerdekaan Indonesia

Setelah proklamasi kemerdekaan, terjadi perubahan dari Sistem Hukum Kolonial Belanda menuju Sistem Hukum Nasional dimana Pancasila dan UUD 1945 menggantikan kedudukan Indische Staatsregeling (IS) sebagai pusat dari Sistem Hukum Indonesia.

Pada tahap selanjutnya, Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menggariskan adanya unifikasi hukum yang berusaha untuk memberlakukan satu sistem hukum di seluruh wilayah Indonesia yaitu Sistem Hukum Nasional. Pada tahap ini pembangunan Sistem Hukum Nasional lebih diarahkan untuk menggantikan hukum-hukum kolonial Belanda dan juga menciptakan bidang-bidang hukum baru yang lebih sesuai sebagai dasar Bangsa Indonesia untuk membangun.

Berdasarkan pandangan sistemik, Sistem Hukum Nasional mencakup berbagai sub bidang-bidang hukum dan berbagai bentuk hukum yang berlaku yang semuanya bersumber pada Pancasila. Keragaman hukum yang sebelumnya terjadi di Indonesia (pluralisme hukum) diusahakan dapat ditransformasikan dalam bidang-bidang hukum yang akan berkembang dan dikembangkan (ius constituendum).

Bidang-bidang hukum inilah yang merupakan fokus perhatian perkembangan dan pengembangan Hukum Nasional menuju pada tatanan Hukum Modern Indonesia yang bersumber pada kebiasaan-kebiasaan (lingkaran terakhir), yurisprudensi (lingkaran keempat), peraturan perundang-undangan (lingkaran ketiga), UUD 1945 (lingkaran kedua), dan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.

  • PLURALISME HUKUM (LEGAL PLURALISM)

Pluralisme merupakan salah satu faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam membangun tatanan kehidupan masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang. Kompleksitas masyarakat Indonesia yang meliputi: struktur masyarakat, tatanan, bahasa dan kebiasaan-kebiasaan mendorong terbentuknya pluralisme tersebut. Tatanan masyarakat yang pluralistik ini akan mendasari terwujudnya sistem hukum modern Indonesia yang sebaiknya mampu mengakomodasikan keragaman. Van Vollenhoven menjabarkan Indonesia menjadi kuranglebih 19 wilayah/masyarakat hukum yang memiliki karakterisktik tatanan dan norma yang berbeda-beda. Hal ini tentunya merupakan suatu tantangan bagi pembinaan hukum nasional yang bertujuan untuk melakukan unifikasi sistem hukum dengan harapan dapat mengakomodasi pluralisme dengan memasukkan nilai-nialai tradisional

Sifat pluralistik masyarakat Indonesia yang memiliki berbagai pola tatanan sebagai bentuk figurasi masyarakat menuntut pembangunan Hukum Nasional yang dapat mencerminkan pluralisme hukum (legal pluralism) sebagai dasar falsafahya. Hal ini memperkuat harapan agar pembangunan hukum modern Indonesia sebaiknya lebih diarahkan untuk jaminan terhadap kebebasan anggota masyarakat untuk memilih bentuk-bentuk hubungan hukum dan merancangnya sesuai dengan kaidah-kaidah yang disepakati, yang pada akhirnya akan lebih memperkaya perkembangan bidang-bidang hukum di Indoensia.

Pluralisme tatanan yang ada dalam masyarakat tidak hanya disebabkan oleh keragaman tatanan tingkah laku mayarakat yang telah diwariskan dalam beberapa generasi, akan tetapi juga disebabkan oleh perbedaan-perbedaan terhadap perubahan dan perkembangan struktur masyarakat yang secara fungsional melahirkan kebutuhan-kebutuhan, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan tujuan yang bervariasi antar kelompok masyarakat. Secara garis besar, ada tiga kelompok masyarakat, yaitu masyarakat tradisional, masyarakat transisi dan masyarakat modern (Soemardjan, 1993). Ketiga kelompok besar masyarakat ini memiliki struktur yang berbeda-beda yang tentunya juga memiliki tatanan, kebutuhan, sistem nilai dan keyakinan yang berbeda pula.

Dari kedua kutub budaya masyarakat tersebut terdapat suatu perbedaan-perbedaan fundamental antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern yang bahkan kadang-kadang dapat dikatakan sebagai suatu yang terpisah baik secara struktur maupun fungsi-fungsi kelembagaannya. Dari kedua kutub budaya tersebut terdapat satu bentuk masyarakat yang disebut sebagai masyarakat transisi atau peralihan, dimana mereka menunjukkan gerak perubahan dengan meninggalkan tatanan adat menuju tatanan modern. Hampir sebagian besar masyarakat Indonesia dapat dikelompokkan dalam bentuk typologi masyarakat ini.

Hukum Positif di Indonesia

Hukum positif di Indonesia dikelompokan dalam beberapa bidang hukum:

Hukum Perdata

  • Burgerlijk Wetboek (Staatsblad 1847/23) diterjemahkan menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
  • Wetboek van Koophandel en faillissenments-Verordening diterjemahkan menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Hukum Kepailitan
  • Undang-Undang No. 4 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria
  • Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan
  • Hukum Perdata Adat
  • Hukum Perdata Islam
  • Undang-Undang No. 2 tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil

Hukum Pidana

  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (perbaikan tahun 1986) terjemahan dari Wetboek van Strafrecht (Undang-Undang No.1 tahun 1946)
  • Undang-Undang tentang Subversi
  • Undang-Undang Pidana Militer

Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Usaha Negara

  • Undang-Undang No. 3 tahun 1967 tentang Dewan Pertimbangan Agung
  • Undang-Undang No. 5 tahun 1973 tentang Bepeka (Badan Pemeriksa Keuangan)
  • Undang-Undang No. 14 tahun 1985 Mahkamah Agung
  • Undang-Undang No. 14 tahun 1970 Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman
  • Undang-Undang No. 2 tahun 1986 tentang PEMILU
  • Undang-Undang No. 62 tahun 1958 Kewarganegaraan Indonesia
  • Undang-Undang No. 5 tahun 1974 Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
  • Undang-Undang No. 5 tahun 1979 Pokok-Pokok Pemerintahan Desa
  • Undang-Undang No. 8 tahun 1974 Kepegawaian Republik Indonesia
  • Undang-Undang No. 5 tahun 1986 Peradilan Tata Usaha Negara
  • Undang-Undang No. 11 tahun 1967 tentang Pertambangan
  • Undang-Undang No. 14 tahun 1969 tentang Ketenagakerjaan
  • Undang-Undang No. 7 tahun 1983 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
  • Undang-Undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
  • Undang-Undang No. 2 tahun 1989 Sistem Pendidikan Nasional
  • Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian
  • Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan

Hukum Acara

  • Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
  • Reglemen Indonesia yang diperbaharui dari (HIR, Stastsblad No. 14 tahun 1941)
  • Hukum Acara Pidana Militer
  • Hukum Acara Peradilan Agama

Reformasi Cuma Tinggal Merek

Oleh :
Nirwanto Ki S. Hendrowinoto


Di mata dunia luar, Indonesia tidak saja memiliki pesona sejuta pulau tetapi juga punya seabrek ragam budaya dengan segala keunikannya. Kini daya tariknya bertambah dengan sensasi pesta demokrasi tahun 2004.
Bisa dibayangkan dua puluh empat partai maju ke medan laga. Mereka bakal tampil dengan segala ulah yang aneh-aneh. Bukan sekadar mengibarkan bendera sambil bersorak tapi mereka akan saling berebut dan ‘mencuri’ hati rakyat.
Memang, pesta kali ini sangat spesial dan tergolong khusus serta istimewa. Selain nuansanya jauh berbeda dibandingkan yang terdahulu, mata rakyat juga harus dilatih untuk membedakan mana partai yang baik dan yang gurem atau partai cangkokan yang dibuat untuk memperbanyak pasukan. Mengingat jumlahnya yang berjibun dan jati diri partai masih belum jelas maka tidak mudah bagi rakyat untuk jatuh cinta.
Perlu adanya sosialiasi dan pembelajaran politik agar rakyat tidak gamang dan salah pilih. Tugas berat ini harus dipikul partai dalam menyampaikan visi dan misinya secara jelas. Jangan sampai rakyat merasa tertipu, karena bisanya partai hanya cuap-cuap dan mengumbar pepesan kosong.
Selama ini, rakyat hanya jadi sapi perahan untuk dan atas nama demokrasi demi perjuangan reformasi. Buktinya, di zaman Orla, Orba dan Reformasi tetap saja rakyat jadi obyek pelengkap penderita.
Hampir semua partai bicara soal pengentasan kemiskinan, brantas KKN, tegakkan keadilan dan HAM serta pengibaran bendera demokrasi yang dapat membawa kesejahteraan rakyat. Nyatanya, semua yang diucapkan di atas mimbar pesta rakyat hasilnya berbeda dengan kenyataan yang ada. Slogan itu hanya fatamorgana bagai mimpi di siang bolong yang hasilnya bodong.
Para politisi pinter. Dia beri istilah pemilu dengan sebutan pesta rakyat. Padahal nyatanya yang pesta itu para pimpinan dan tokoh partai. Mereka bancakan posisi.. Ada yang di eksekutif atau legislatif.Dan tentu saja dibelakang posisi itu secara otomatis doku gede mengalir. Nah gimana rakyat yang mendukung ? Biarin saja mereka gigit jari. Kalau perlu diinjek dan digusur. Toh masing-masing sudah dapet kursi. Buat apa ngopenin rakyat, mereka pan saudara bukan famili bukan. Buat apa dipikirin.

Dua Pendekar
Maraknya pemilu mendatang diwarnai dengan munculnya orang-orang Orba dan bangkitnya Orla. Tercatat, calon presiden dari kelompok Orba mempercayakan Mbak Tutut jadi ‘Wanita Piningit’ dan Mbak Mega mewakili kelompok nasionalis yang mewarisi gaya Orla karena nama besar orang tuanya, Bung Karno.
Dua nama lainnya yang masih bersaudara tidak mau ketinggalan kereta, baik Rachmawati dan Sukmawati menguntit karir kakaknya Megawati juga masih ‘menjual’ nama Soekarno. Persaingan yang terjadi dalam memperebutkan kursi kekuasaan, bukanlah hal yang sepele. Pasalnya, kue kekuasaan yang terbagi-bagi akan menjadi kecil karena seleranya tidak jauh berbeda. Begitupun dengan dagangan yang ditawarkan pada khalayak dari itu ke itu saja.
Boleh jadi ajang pesta demokrasi ini hanyalah sebagai suatu proses menguji ”adu kekuatan” dua kubu yang ingin mempertahankan nilai sejarah. Masalahnya, di zaman Orba – kekuasaan dan kekuatan yang dibangun Pak Harto tergolong sangat kuat dan mengakar. Meskipun pada kenyataannya sekarang sudah banyak yang ingin belajar mandiri dan berusaha menghapus sejarah masa lampau.
Sedangkan pada kekuatan yang dibangun Bung Karno pada sikap dan prinsip mempertahankan ideologynya yang sangat kuat sebagai bangsa yang punya harga diri. Kekuatan ini tampaknya dipergunakan trilogi putri Bung Karno sebagai basis dalam membangun ‘kerajaan keluarga’. Itu sebabnya, Megawati, Racmawati dan Sukamawati muncul ke permukaan.
Bagaimana dengan partai-partai lain yang masih ‘ingusan’ ? Tentu saja harus menjual obral barang dagangannya. Termasuk partai Golkar yang hanya bisa menunggu kemurahan hati dari pengikut-pengikut lamanya yang masih setia dan rela berkorban.Namun, dari penggalangan masa yang sangat kuat dan berkuasa, Mbak Tutut dan Mbak Mega bisa jadi keduanya menjadi ‘maestro’ bagi symbol kekuasaan sebuah rezim di republik ini.
Nampaknya pertarungan Mega-Tutut dalam politik tidak lepas dari masa kanak-kanak mereka. Waktu satu sekolah di Cikini, Mega yang anak presiden waktu itu tidak akur dengan Tutut . Sering perang dingin dan main kata-kataan. Mega ngatain Tutut dan sebaliknya. Rupanya perasaan itu ikut terbawa sampai tua.

Kecap Nomor Satu
Pada umumnya, propaganda bukan saja ingin meraih simpati konsumen sebagai tujuan akhir tetapi juga menanamkan kepercayaan. Nilai produk yang ditawarkan selalu mengatasnamakan nomor satu, seperti iklan yang ada pada kecap merk apapun. Perkara rasanya satu dengan lainnya berbeda tidak menjadi soal.
Secara keseluruhan paratai-partai peserta pemilu tidak lebih dari sekadar ingin mencari peluang agar bisa mencapai kekuasaan. Ulahnya pasti unik dan lucu. Kalaupun tidak patut ditertawakan, pasti akan menggelikan jika melakukan propaganda. Sensasi yang dilakukan pasti lebih lucu dari lawakan atau kelas dagelan di layar kaca.
Siapa yang bakal menang. Dari kelompok Orla atau Orba ? Kita tidak tahu. Tapi yang jelas kelompok dan tokoh reformis pada kemana ? Kalau begitu reformasi cuma tinggal merek. Banyak disebut-sebut tapi kalau diraba tidak ada. Kasihan kamu.

(Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan budaya)

01 Oktober 2007

SUZUKI SATRIA F150














Suzuki sekali lagi mengembangkan sebuah sepeda motor bebek sport terbarunya, berkapasitas 150 cc, 4 langkah, 4 katup twin cam, dilengkapi karburator Constant Velocity, Mikuni BS 26 – 187. Desain sangat sporty dan memiliki cita rasa yang sangat tinggi. Ia adalah FU 150 SC. FU 150 SC merupakan sepeda motor bebek sport 4 langkah pertama yang mengusung mesin 150 cc dengan teknologi superbike / super sport bahkan sport production. Hal inilah yang membuat FU 150 SC terbaik di kelasnya.


Kehadiran FU 150 SC ini akan menjawab kerinduan pasar akan sepeda motor bebek sport 4 langkah yang luar biasa. Kepedulian Suzuki terhadap lingkungan juga tercermin pada teknologi Suzuki PAIR (Pulsed Secondary Air Injection) untuk mengurangi emisi NOX dan HC.

Kenyamanan dalam berkendara yang diperbaiki dengan penggunaan rangka yang kokoh tetapi ringan, Rim dengan telapak lebar berjari-jari 10. Desain khusu
s yang unik dilengkapi Double Disc Brake besar dan masih banyak fitur-fitur lain yang ditawarkan FU 150 SC.


Konsep Disain

Suzuki FU 150 SC telah dikembangkan untuk mewujudkan konsep produk sebagai berikut: sepeda motor yang memiliki performa mesin yang bertenaga dengan berat mesin yang ringan khususnya untuk kategori bebek sport underbone 4 langkah, serta gaya asli yang memiliki identitas Suzuki yang kuat. FU150 SC didukung oleh mesin ber
pendingin udara / SACS yang berkapasitas 150 CC (untuk kategori bebek sport 4 langkah terbesar) dengan performa yang tinggi. Tampilan silinder alumunium menggunakan Suzuki Composite Electrochemical Material (SCEM) untuk keefisienan dalam hal perpindahan panas, sesuai dengan pendingin oli yang berkapasitas besar yang dimiliki oleh model ini. Berat keringnya hanya 95 kg (teringan di antara bebek sport lain untuk kategori underbone 4 langkah sport). Hal ini dicapai berkat disain kombinasi terbaru dari roda alumunium yang ringan, instrument yang ramping, berat rangka dan mesin yang ringan. FU 150 SC juga menampilkan lampu depan ganda yang letaknya vertikal sehingga menimbulkan kesan sepeda motor Suzuki yang mewah, berperforma tinggi layaknya GSX R-1000 (supersport yang mendominasi garis finish pertama di setiap lintasan balap seluruh dunia), instrument panel yang sporty dengan speedometer digital dan tachometer analog serta body yang sporty.


Styling

1. Mesin 4 langkah DOHC, berpendingin udara dengan SACS
2. Oil Cooler
3. Dual Vertical Headlights
4. Donut-Shaped Brake Lamp
5. 10 Spoke Cast Alumunium Wheel
6. Sharp, Sporty Bodywork
7. Sporty, Compact Instruments
8. Canister-Type Silencer


Mesin

1. Mesin berkapasitas terbesar di kelasnya
2. Pendingin udara dengan disain SACS (Suzuki Advance Cooling System)
3. Mesin DOHC 4 katup

4. SCEM (Suzuki Composite Electrochemical Material)
5. Transmisi 6 kecepatan
6. Automatic Decompression
7. PAIR (Pulsed-Secondary Air Injection)
8. Automatic Cam Chain Tensioner Adjuster
9. Counter Balancer
10. Jalur pelumasan FU 150 SC
11. Konstruksi Karburator


Disain Terbaru 4 Langkah

Mesin FU 150 SC memfokuskan pada kenyamanan dalam berkendara juga mengoptimalkan keunggulan 4 langkah dibandingkan mesin 2 langkah khususnya pada efisiensi bahan bakar, polusi suara yang rendah untuk motor sport, kenyamanan berkendara dan emisi gas buang yang rendah yang tentunya ramah lingkungan.


Mesin FU 150 SC


Mesin FU 150 SC mempunyai keunggulan pada teknologi yang diterapkan pada mesin berkapasitas 150 CC 4 langkah, pendingin udara / SACS (Suzuki Advance Cooling System), DOHC, SCEM (Suzuki Composite Electrochemical Material) masuk dalam kategori underbone sport dan merupakan kendaraan bergaya sport terbaru.


Mesin Berkapasitas Besar 150 CC

Mesin 150 cc yang berkelas unggul untuk performa yang sempurna. Mesin FU 150 SC yang bermesin 150 cc menawarkan standar baru pada performa sport underbone. Mesin 150 cc menghasilkan tenaga, akselerasi, dan kecepatan tertinggi.


Pendingin Udara dengan D
isain SACS

Disain SACS digunakan pada sepeda motor sport performa tinggi, merupakan sistem pendingin Suzuki yang kompak dengan efisiensi tinggi. Sistem ini menyalurkan oli mesin untuk mendinginkan kepala silinder (komponen paling panas dari suatu mesin) dan dilengkapi saluran oli untuk mendinginkan piston. Saluran ini akan mengurangi panas pada bagian bawah piston. SACS memperbaiki efisiensi pembakaran dan memperbaiki konsumsi bahan bakar. Hal inilah yang membuat mesin DOHC FU 150 SC berputar lebih tinggi dan menghasilkan tenaga serta ketahanan yang lebih baik. Kebutuhan oli dalam jumlah yang banyak khususnya untuk kebutuhan pendinginan dan pelumasan maka kapasitas pendingin oli menjadi lebih besar.


DOHC dan 4 Katup

Double Over Head Camshafts (DOHC) dan 4 katup persilinder merupakan salah satu tipe mekanisme katup (valve trai
n) yang terlihat hampir pada setiap mesin sepeda motor sport yang mempunyai performa tinggi. Sistem DOHC dengan mekanisme katup Direct Acting Valve Drive Mechanism, memungkinkan operasional katup yang ekstra halus pada rpm tinggi. Hal ini membuat mesin dapat berputar tinggi yang memberikan sensasi performa sporty dan efisiensi tinggi.


TSCC (Twin Swirl Combustion Chamber)

Model FU 150 SC menggunakan desain mesin TSCC yang unik milik Suzuki. Dasar ruang bakar TSCC ini diakui secara internasional karena ketahanan sebagai jantungnya mesin, kemampuan seri mesin TSCC lebih baik daripada mesin konvensional baik 2 katup maupun 4 katup.


Posisi Top Kompresi

Posisi top kompresi pada sepeda motor sangat diperlukan terutama bila akan melakukan penyetelan atau ingin melakukan pembongkaran mesin. Pada FU 150 SC posisi Top Kompresi didapat dengan cara sebagai berikut :
Lepaskan cap bagian penutup cylinder head.
Lepaskan busi, cap lubang pemeriksa katup dan penutup lubang pemeriksaan timing.
Lepaskan cylinder head cover
Lepaskan cap magneto cpver dan putarlah rotor magneto untuk menyetel piston agar berada pada posisi TMA (Titik Mati Atas) pada langkah kompresi. (Putarlah rotornya sampai garis “I” berada di tengah lubang cover crankcase).

Jumlah gigi gear camshaft = 34 (in & ex)
Jumlah gigi gear crankshaft = 17


Tapped Clearance

Spesifikasi celah / kerenggangan yang diijinkan (saat mesin dingin)

Intake : 0,10 – 0,20
Exhaust : 0,26 – 0,30


SCEM (Suzuki Composite Electrochemical Material)

Suzuki Composite Electrochemical Material (SCEM) merupakan teknologi Suzuki yang telah terbukti. Dibandingkan metode konvensional yang menggunakan liner besi tuang untuk melindungi dari gesekan dan panas, pada silinder alumunium FU 150 SC menggunakan teknologi SCEM yang merupakan sebuah plat dengan ketebalan beberapa micron. Berkurangnya liner besi tuang membuat mesin menjadi lebih ringan dan ringkas dan alumunium mempunyai konduktivitas panas yang tinggi dibandingkan dengan besi. SCEM membuat mesin melepas panas secara efisien untuk membantu menjaga suhu kerja optimum.


Transmisi 6 Kecepatan

Mesin 150 cc memiliki tenaga dan torsi yang besar. Untuk mengefektifkan tenaga yang besar, FU 150 SC dilengkapi dengan transmisi 6 kecepatan dengan rasio gigi yang benar-benar dipilih untuk kendaraan sport dinamis dan memiliki gerakan yang halus pada berbagai kondisi jalan dan lintasan.


Automatic Decompression

Mekanisme kick starter pada FU 150 SC dilengkapi teknologi Automatic Decompression yang terdapat di salah satu ca
mshaft untuk menjaga salah satu dari dua katup exhaust pada posisi tetap. Tujuannya bertugas untuk mengurangi tekanan dari kompresi udara yang diakibatkan oleh piston yang bergerak naik. Berdasarkan prinsip kerja di atas maka tenaga yang dikeluarkan untuk melakukan kick lebih kecil.


Suzuki PAIR (Pulsed-Secondary Air-Injection)

Mesin FU 150 SC versi Thailand menampilkan sistem Suzuki PAIR yang mempunyai misi ramah terhadap lingkungan. Sistem ini mentransfer udara segar dari kotak udara menuju lubang pembuangan untuk membakar gas pembuangan yang tidak terbakar di ruang bakar. Dengan demikian emisi gas beracun berupa Nitrogen Oksida (NOX) dan Hidrogen Karbon (HC) dapat dikurangi. Aliran udara yang mengalir pada sistem PAIR diatur oleh Vacuum Reed Valve yang terletak di atas kepala silinder.


Automatic Cam Chain Tensioner Adjuster

Cam chain tensioner adju
ster adalah berupa sekrup yang dapat mengatur ketegangan rantai cam secara otomatis dan mengurangi suara rantai.

Cara kerja Automatic Cam Chain Tensioner Adjuster
Sebuah pegas reaksi cepat terpasang pada as silinder yang akan memutar bagian bergigi pada batang penegang (tensioner rod). Sebuah pengarah menjaga agar batang penegang tidak berputar saat silinder bergerak maju sehingga batang penegang terdorong ke luar. Ketika rantai penggerak cam kendur, batang penegang akan menekan tensioner secara otomatis oleh pegas tadi. Dengan demikian tensioner menjaga rantai tidak terlepas dari sproket dan juga menghilangkan bunyi gemeretak pada rantai. Batang penegang dapat ditarik kembali dengan cara melepas penutup karet (cap) dan memutar ujungnya dengan obeng searah jarum jam.


Counter Balancer

Untuk memperhalus putaran mesin pada sepeda motor berkapasitas sepeda motor berkapasitas silinder besar dan tunggal dipasang counter balancer.


Kerja Diafragma dan Piston Karburator

Venturi pada daerah melintang pada karburator tipe BS membesar dan mengecil secara otomatis karena gerakan katup piston.
Katup piston bergerak menurut tekanan negatif di bawah aliran venturi. Tekanan negatif terjadi di dalam ruang diafragma melalui lubang kecil (orifice) yang berada di katup piston. Tekanan negatif lebih besar dari gaya pegas yang menyebabkan katup piston terangkat ke ruang diafragma dan mempertahankan aliran udara dalam venturi. Dengan demikian aliran udara pada saluran venturi dapat dipertahankan tetap konstan untuk memperbaiki pengabutan bahan bakar. Perbandingan bahan bakar dan udara tetap sesuai dengan putaran mesin.

Chassis
Serangkaian disain komponen chassis yang sangat dipertimbangkan dari sebuah kualitas yang tidak mengenal komporomi turut mendukung. Rangka lebih kokoh dan ringan dibandingkan dengan FU 125 S tanpa mengurangi kekakuannya. Chassis FU 150 SC dirancang untuk memenuhi karakter FU 150 SC yang menampilkan mesin berkapasitas besar.

Rangka Yang Kokoh Juga Ringan
Format backbone pada FU 150 SC merupakan rangka yang kokoh juga ringan. Dibanding rangka yang digunakan pada FU 125 S, rangka FU 150 SC melewati proses disain yang sempurna, menggunakan komponen lebih sedikit untuk mengefisienkan berat dan menambah kekuatannya.

Pengurangan Berat Mesin
Untuk menjaga berat keseluruhan tetap rendah antara liner besi tuang yang berat pada silinder diganti dengan material komposit elektrokimia (SCEM).

Panel Instrumen Yang Ringan Dan Ramping
Instrumen panel FU 150 SC menampilkan bentuk yang ramping dan ringan dengan menggunakan speedometer electric serta menerapkan LCD dan LED untuk display data.

Rem Cakram Depan Yang Lebar Namun Ringan
Ukuran diameter rem de
pan adalah 290 mm dan merupakan ukuran yang efisien untuk tenaga pengereman. Cakram tetap ringan, dengan diameter dalam yang lebar. Rem cakram depan juga memberikan kontribusi bagi tampilan FU 150 SC yang lebih sporty.

Roda Dengan 10 Jari-jari Alumunium Yang Sporty
Rim roda belakang dan depan yang terbuat dari alumunium memberikan tampilan yang berbeda dengan 10 jari-jari yang sporty dan khusus diciptakan untuk FU 150 SC. Hal ini membuat FU 150 SC menarik secara visual dan memberikan performa pengendalian yang baik serta kenyamanan berkendara yang sempurna.

Passenger Foot Pegs Alumunium Cor
Kepuasan memiliki FU 150 SC meliputi passenger foot pegs yang terbuat dari alumunium tuang yang tidak hanya ringan tetapi pemasangannya dengan cara dibaut (tidak di-las pada rangka) pada foot pegs menunt
ut perancangan yang cermat.

Garpu Depan Yang Sangat Kokoh
Untuk meningkatkan kekokohan clamp penyangga bracket paling bawah pada garpu depan dibuat ganda, dibandingkan dengan FU 125 S yang hanya satu clamp penyangga bracket. Kekuatannya juga menjadi tinggi dengan menggunakan poros roda berdiameter 12 mm (dibandingkan FU 125 S yang menggunakan diameter 10 mm).

Pelindung Garpu Depan
Tiap kaki outer tube garpu dilindungi oleh pelindung garpu yang terbuat dari plastik. Untuk membantu melindungi bagian bawah pada inner tube garpu depan dari goresan yang disebabkan oleh debu yang berasal dari jalan.

Tangki Bensin Yang Berkapasitas 4,9 Liter
Tenaga yang dihasilkan oleh FU 150 SC yang berkapasitas 150 cc disesuaikan oleh kapasitas tangki bensin yang besar pula agar pengendara dapat lama mengendarai FU 150 SC


Disarikan oleh PK/SSF
C-003 dari Buku FU 150 SC - Mechanic Training Handout








yosimura edition